UKM Dina: Sentuhan Ajaib Tenun Bima dari Yuyun Ntobo

Di jantung Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Kampung Ntobo, Bima, sebuah kisah inspiratif tentang dedikasi dan kebangkitan ekonomi lokal tengah terukir melalui setiap helai benang. Kisah ini berpusat pada UKM Dina, sebuah usaha tenun Bima yang bukan sekadar memproduksi kain, melainkan merajut kembali harapan dan memberdayakan komunitas di bawah sentuhan ajaib tangan seorang perempuan visioner, Yuyun Ahdiyanti.
Mungkin nama Yuyun Ahdiyanti sebelumnya tak banyak terdengar di telinga kita. Namun kini, coba dengar baik-baik: namanya tengah menjadi buah bibir, bersinar terang berkat dedikasinya yang luar biasa dalam melestarikan warisan budaya tenun Bima. Ia juga sukses meraih SATU Indonesia Awards 2024 yang digelar oleh PT Astra International Tbk di bidang kewirausahaan..
Potret Yuyun saat menerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2024.
Sumber foto: Instagram @kaentenunbima (Yuyun)
Lewat tangan dingin dan semangat pantang menyerah, Yuyun berhasil membangkitkan kembali pesona tenun tradisional. Ia tak sekadar melestarikan warisan budaya, tetapi juga mengubahnya menjadi sumber kekuatan ekonomi yang nyata. Apa yang dilakukan Yuyun sejalan dengan semangat ‘Satukan Gerak, Terus Berdampak’, membawa harapan baru bagi masyarakat Ntobo.
Membangkitkan Warisan Lewat Inovasi
Berawal dari kecintaannya terhadap warisan leluhur, Sejak 2015, Yuyun telah merintis usaha kain tenun Bima melalui UKM Dina di tanah kelahirannya, Bima, Nusa Tenggara Barat. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan benang dan motif-motif khas Bima yang dikerjakan nenek dan ibunya. Namun saat dewasa, ia melihat tradisi itu mulai memudar, tertinggal oleh zaman, dilupakan oleh generasi baru. Dari keprihatinan itulah UKM Dina lahir.
Nama “Dina” bukan sekadar label usaha. Dalam bahasa lokal, “Dina” berarti “terang” atau “cahaya pagi”. Ini adalah sebuah simbol harapan baru bagi para perempuan pengrajin di Ntobo.
Ia menyadari bahwa tenun bukan sekadar produk kerajinan tangan, melainkan juga simbol peradaban dan kebanggaan lokal. Dari situlah ia mulai merintis usaha kecilnya dengan tekad besar: menghidupkan kembali pesona tenun Bima yang mulai tersisih oleh modernisasi.
“Tenun adalah bahasa kami. Di setiap motifnya, ada cerita, doa, dan sejarah,” ujar Yuyun Ntobo dengan mata berbinar.
"Saya tidak ingin tenun hanya jadi pajangan museum. Saya ingin ia tetap hidup dipakai dan dibanggakan, diwariskan," tambah Yuyun dengan penuh keyakinan.
Yuyun tidak sekadar melestarikan, tetapi juga memodernisasi. Ia mengombinasikan motif tenun tradisional dengan desain kontemporer yang diminati generasi muda dan pasar internasional. Karya-karyanya tampil dalam bentuk yang lebih adaptif mulai dari busana etnik, tas, syal, outer, ikat pinggang, hingga dekorasi rumah.
Ragam Kreasi Kain Tenun Ntobo di Galeri Yuyun, UKM Dina.
Sumber foto: Instagram @kaentenunbima (Yuyun)
Sentuhan tangan ajaib Yuyun dan para perajin tenun Ntobo menghadirkan transformasi luar biasa. Kain tenun tradisional mereka disulap menjadi busana modis nan elegan, dengan ragam model kekinian yang tak hanya mengikuti tren, tapi juga memancarkan kesan mewah dan berkelas.
“Saya ingin anak-anak muda bangga memakai tenun. Tenun harus hadir di ruang-ruang modern, bukan hanya di upacara adat,” jelas Yuyun.
Dengan pendekatan ini, UKM Dina menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara lokal dan global.
Memberdayakan Komunitas, Merajut Masa Depan
Kehadiran UKM Dina ditangan ajaib Yuyun Ahdiyanti telah berhasil menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan di Ntobo. ketika ia membagikan potret kain tenun koleksi keluarga di media sosial pribadinya. Tak disangka, unggahan itu langsung menarik perhatian dan banjir pesanan pun datang silih berganti. Dari momen kecil inilah, Yuyun menemukan titik balik untuk membentangkan sayap usahanya, mengangkat kembali kejayaan tenun Ntobo ke panggung yang lebih luas.
Dengan sigap, Yuyun mulai memberikan modal usaha kepada para penenun di sekitarnya. Tak berhenti di situ, ia juga turut serta membantu memasarkan hasil tenun mereka. Jaminan rasa aman terkait modal dan kemudahan pemasaran inilah yang akhirnya membuat para penenun tertarik dan yakin untuk mempercayakan seluruh hasil karya tenunnya di UKM Dina miliknya. Sebuah strategi cerdas yang tak hanya menguntungkan Yuyun, tetapi juga memberdayakan komunitas penenun lokal.
"Potret Yuyun saat memasarkan kain tenun Ntobo melalui media sosial.
Sumber foto: Instagram @kaentenunbima"
Ia memberdayakan puluhan perempuan lokal, sebagian besar adalah ibu-ibu rumah tangga, dengan memberikan pelatihan dan kesempatan kerja yang layak. Ini bukan hanya tentang pendapatan tambahan, melainkan tentang martabat, kemandirian, dan pengakuan atas keterampilan mereka yang luar biasa.
dalam seluruh proses produksi. Melalui pelatihan dan pendampingan, ia membantu mereka meningkatkan keterampilan dan memperoleh penghasilan yang layak.
“Bersama UKM Dina, saya bisa membantu keluarga tanpa harus meninggalkan rumah,” ungkap Nurma, salah satu penenun yang kini menjadi tulang punggung keluarga.
Proses Yuyun menenun dan potret bersama seorang wisatawan (berbaju oranye) yang turut mencoba pengalaman menenun tradisional.
Sumber foto: Instagram @kaentenunbima (Yuyun)
Tak ada usaha yang mengkhianati hasil, kalimat tersebut memang sangat cocok untuk usaha Dina selama ini. Kini usahanya sudah memberdayakan lebih dari 200 penenun dan 15 orang penjahit.
Kini, karya-karya UKM Dina telah menembus pasar nasional hingga mancanegara. Namun, Yuyun tetap setia pada akar budayanya. Ia menolak menyeragamkan produknya demi selera pasar, dan justru menjadikan keunikan tenun Bima sebagai nilai jual utama.
“Kami bukan sekadar menjual kain. Kami memperkenalkan identitas, kebanggaan, dan cerita Bima ke dunia,” tegasnya.
Selain itu, niat Yuyun mengenalkan Ntobo sebagai Kampung Tenun pun terwujud dengan banyaknya wisatawan yang berdatangan untuk melihat proses pembuatan kain tenun di sana. Cakupan pemasaran UKM Dina semakin luas dan sudah merambah pasar luar negeri. Demi mempertahankan daya saing, Yuyun selalu melakukan inovasi terkait variasi produk.
Ia juga membuka peluang bermitra atau berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintahan maupun akademisi. ia juga aktif memberikan pelatihan kepada anak- anak muda demi terjaganya warisan budaya tenun Bima.
UKM Dina dan Yuyun Ahdiyanti adalah contoh nyata bagaimana "sentuhan ajaib" dapat mengubah benang menjadi asa, tradisi menjadi tren, dan sebuah kampung kecil menjadi pusat inspirasi bagi kebangkitan ekonomi kreatif di Indonesia. Mereka tidak hanya merajut kain, tetapi juga merajut masa depan yang lebih cerah bagi Bima.