Elegi Hati yang Membatu: Seribu Cinta untuk Sovia

Sepatah Kata dari Penulis

Selamat datang di sudut kecil blog saya.

Seringkali, Jakarta bukan hanya tentang gedung tinggi dan kemacetan yang melelahkan. Di baliknya, ada jutaan cerita yang tersimpan rapat dalam deru mesin angkutan umum dan cahaya lampu jalan yang temaram. Salah satunya adalah kisah tentang Sovia dan Yogi.

Cerpen ini adalah sebuah elegi sederhana tentang rasa yang dipendam, tentang kenyamanan yang tumbuh di tempat yang paling tak terduga, dan tentang keberanian seorang pendatang dalam menghadapi riuhnya kota.

Semoga potongan cerita ini bisa mewakili perasaan kalian yang pernah mencinta dalam diam, atau kalian yang menemukan "rumah" di tengah hiruk-pikuknya perjalanan pulang.

Selamat membaca.

Elegi Hati yang Membatu: Seribu Cinta untuk Sovia


Senja di Jakarta selalu punya cara sendiri untuk meredam hiruk-pikuk. Langit oranye keemasan memayungi kota yang tak pernah lelah bersolek ini. Namun bagi Sovia, lembayung sore itu hanyalah tirai tebal yang menyembunyikan kekosongan di dadanya. Aroma sate ayam yang menggoda di pinggir jalan dan hening yang mulai merayap naik seolah tak mampu menembus tembok yang ia bangun tinggi di sekeliling hatinya.

Hanya ada satu nama yang berhasil menyelinap di balik tembok itu: Yogi. Pria dengan senyum tipis yang mampu memporak-porandakan seluruh akal sehat Sovia, namun tak pernah sedikit pun menganggapnya lebih dari seorang sahabat.

Sudah lima tahun Yogi menjadi poros semesta bagi Sovia. Semuanya bermula saat mereka masih menjadi mahasiswa di sebuah kampus khusus karyawan. Sebagai sesama pejuang karier yang kuliah di malam hari, mereka kerap pulang bersama. Entah bagaimana awalnya, mereka menjadi akrab. Di dalam angkutan umum yang sesak, di bawah lampu jalan yang temaram, Yogi selalu punya cerita untuk memecah keheningan.

"Kamu tidak perlu takut pulang malam, Sov. Ada aku dan teman-teman," ujar Yogi suatu kali.

Sovia sadar akan bahaya kota besar bagi seorang wanita pendatang seperti dirinya. Rasa was-was selalu menyelimuti setiap kali ia harus meniti trotoar gelap selepas jam kantor menuju kampus. Namun, kehadiran Yogi mengubah segalanya. Yogi bukan sekadar teman jalan; ia adalah pelindung yang tak terlihat. Ia sering berbagi tips tentang cara menjaga diri di angkutan umum, seolah ia tahu persis kecemasan yang disembunyikan Sovia.

Uniknya, kedekatan itu seolah luntur saat mereka berada di dalam kelas. Mereka duduk berjauhan, fokus pada materi kuliah, dan hanya sesekali beradu pandang. Tak ada obrolan mesra, hanya profesionalitas dua pekerja yang sedang mengejar gelar. Namun, begitu kelas usai, suara Yogi akan selalu memecah lamunan Sovia.

"Ayo pulang, Sovia..." ajaknya hangat.

Sovia hanya mengangguk, menyembunyikan debar jantung yang kian liar.

Pernah suatu malam, angkutan umum yang mereka tumpangi cukup penuh sehingga mereka harus duduk berjauhan. Sovia hanya bisa menatap jalanan dari balik jendela, sementara hatinya berbisik lirih, Pindah ke sebelahku, Yogi. Seolah memiliki ikatan batin, ketika penumpang di sebelah Sovia turun, Yogi segera bergeser duduk di sampingnya sambil melempar senyum manis. Hati Sovia membuncah, separuh bebannya menguap hanya karena kehadiran fisik pria itu di sisinya.

Puncaknya adalah ketika Yogi harus turun lebih dulu karena rute mereka berbeda. Sebelum melangkah keluar dari pintu angkot, Yogi selalu menoleh pada supir dan berpesan dengan nada tegas namun sopan.

"Bang, tolong antar teman saya sampai tujuannya, ya. Jangan dioper-oper," pesan Yogi.

Kalimat itu sederhana, namun sanggup menggetarkan palung hati Sovia yang paling dalam. Bahkan sang supir angkot pun sering berkomentar, "Pacarnya perhatian banget, Dek. Beruntung ya punya pacar seperti itu."

Sovia hanya bisa tersenyum kecut. Di satu sisi, perhatian Yogi terasa seperti seribu cinta yang menghujani hatinya. Di sisi lain, ia tahu bahwa perhatian itu mungkin hanyalah bentuk kebaikan seorang sahabat. Sebuah elegi yang terus berulang; tentang hati yang mencinta dalam diam, di antara deru mesin kota dan harapan-harapan yang membatu.

 

© 2025 oleh HH. All Rights Reserved.